Cerita Hidup di Luar Negeri

Setelah bimbang beberapa waktu, saya akui bahwa kuliah pariwisata merupakan pilihan tepat. Apalagi untuk jenis manusia yang alergi eksakta seperti saya. Lulus SMA dengan jurusan IPA, saya masuk ke dunia baru yang sama sekali tidak pernah saya pelajari. Nggak ada lagi biologi, kimia dan senyawa kawan-kawannya.

Jujur, awalnya susah. Meski terkesan lebih simple tapi mencoba untuk nge-blend dengan bidang baru itu nggak gampang. Butuh tiga semester sampai akhirnya saya berkata, “Enak ya kuliah pariwisata.” Jalan-jalan nyambi belajar, kuliah berasa refreshing, belajar banyak ilmu terapan yang nggak saya tahu sebelumnya, belajar bahasa asing –loved it, karena saya anak linguistik, plus dapat bonus bisa ke luar negeri.

Nah ini ini, beberapa kali saya pergi ke luar negeri untuk menuntut ilmu. Ke Thailand tepatnya di Phang-Nga province, Khao-Lak District kemudian Malaysia di Kuantan, Pahang. Bukan hitungan hari saya ada di sana, melainkan hitungan bulan.

Pertama kali menginjakkan kaki ke luar negeri, yang ada di otak saya adalah betapa besarnya bandara internasional di sana. Pokoknya beda sekali dengan Indonesia, apalagi saya yang berangkat dari Bandara International Adi Sucipto Yogyakarta. Setelah takjub akan megahnya bandara di luar negeri, gantian saya ngeri waktu pemeriksaan paspor di konter imigrasi. Apalagi waktu di Malaysia, officer-nya beda jauh sama petugas imigrasi Thailand. Di Malaysia bakal kamu dapetin wajah-wajah serius yang super menakutkan. Tapi, as long as I don’t make any mistake and my documents are complete mah santai-santai saja. Buktinya bolak-balik ke luar negeri saya nggak pernah kena tilang imigrasi.

Menetap sementara waktu di dua negara itu buat saya belajar banyak hal. Yang paling jelas, saya jadi jauh lebih mandiri dan dewasa. Bayangkan saja, tinggal jauh dari keluarga, di negara asing yang regulasinya beda sekali dengan Indonesia. Satu lagi, belajar untuk nggak bikin masalah. Nggak mau dong, saya di deportasi pulang ke Indonesia. Jadi harus benar-benar watch my act lah.

Hidup di luar negeri juga buat saya belajar toleransi dan rasa saling menghargai. Keduanya saya dapatkan karena saya mendapatkan perlakuan serupa dari orang-orang di negara tempat saya tinggal. Kemudian, saya juga belajar tentang budaya mereka, belajar bahasa mereka dan jelasnya juga mempelajari karakteristik mereka. Sampai saat ini saya masih berhubungan baik dengan teman-teman dari Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Myanmar, German, Australia, Amerika dan masih banyak lagi. Berada di luar negeri untuk beberapa waktu, berproses di lingkungan heterogen sungguh membantu. Apalagi hospitality is link dan saya membuktikan sendiri.

Selain itu, kita jadi bisa mengeksplorasi satu negara sampai puas. Daerahnya dan makanan-makanannya yang enak. Bikin orang tua bangga juga tentunya. Anaknya menuntun ilmu sampai luar negeri hihihihihi….

And ya… Kalau ada kesempatan lagi, saya mau banget kembali mengulang kesempatan tinggal di luar negeri. Karena setiap hari di sana merupakan sebuah pengalaman baru. Ada-ada saja…

Saya mau berbagai ini foto-foto seru bersama teman di luar negeri.

Thailand 2015
Bersama P’ Chaem, Goy, Kak Eni dan P’ Taew menikmati kuliner di Takua-Pa Old Town
Thailand
With my lovely Eni and Adit. Partner in crime di Kinaree dan Napalai
Thailand
Mommy Uschi John, yang sampai sekarang masih sering mengirim bingkisan-bingkisan manis dari German
Malaysia
Squad pertukaran mahasiswa di Imperia College of Hospitality Kuantan Pahang Malaysia
Malaysia
Malaysia culinary class with Cik Gu dan teman-teman kampus
Malaysia
Art and culture perform night di BGRC pada acara Hi Hi Bye-Bye
Malaysia
Bersama orang tua asuh kami, Daddy and Mami
Malaysia
Jalan-jalan Rabu di Bandar Kuantan
Malaysia
Di depan rumah tradisional Malaysia