Under The Umbrella Chapter 3

“Kau batal menikah dengan pria yang sudah kau pacari selama 5 tahun?”

“Begitulah,” tubuhku merosot di atas sofa mewah apartment Dean. “Kami putus empat bulan setelah sepakat untuk menikah.”

Dalam sekejap Dean memutar duduk menghadapku. Meninggalkan pekerjaannya yang lagi-lagi tersendat karenaku.

Lanjutkan baca “Under The Umbrella Chapter 3”

Under The Umbrella Chapter 2

Kujatuhkan pilihan pada gaun terusa biru tua yang sedikit memamerkan bahuku. Siang tadi aku menghabiskan hampir satu jam berdiri di depan lemari pakaian Ria. Kebanyakan gaun miliknya akan terlalu mini jika kupakai. Mengingat perbedaan tinggi kami yang lumayan signifikan.

Aku duduk di depan cermin. Ria sempurna mematutku. Kulit bagian wajah, leher dan sebagian lenganku yang terbakar berhasil dia samarkan. Aku kembali menjelma menjadi Adia sebelum pergi ke Khao-Lak bahkan lebih sempurna dari seorang Adia yang orang-orang kenal. Lanjutkan baca “Under The Umbrella Chapter 2”

Under The Umbrella Chapter 1

 

‘Kau’ adalah ingatan yang tidak ingin kulepas.

***

Mike mendorongku agar segera duduk. Bus yang kami tumpangi untuk menuju Phuket akan segera berangkat. Lima menit lebih awal dari waktu yang ditentukan.

Kusimpan tas ranselku di bawah kursi bus. Sengaja melakukannya karena aku membawa laptop dan kamera yang berharga. Jika terjadi sesuatu pada kedua benda itu maka uang, waktu dan perjalanan yang kutempuh jauh-jauh ke Khao-Lak akan berakhir sia-sia.

Mike mulai sibuk lagi dengan ponselnya. Pria muda berwajah kekanakan itu rekan kerja baruku. Aku merekrutnya, setelah melihat foto-foto hasil jepretannya yang dilampirkan pada portofolio yang dia sertakan ketika mengikuti job fair beberapa bulan lalu.

Mesin bus menyala. Perlahan bus melaju. Meninggalkan terminal Distrik Khao-Lak yang sore itu tidak terlalu ramai.

Lanjutkan baca “Under The Umbrella Chapter 1”

(Novel) PROLOGUE Un-Resolved Love

Di salah satu gerbong kereta, seorang perempuan terlihat tengah menempelkan kepalanya pada kaca jendela. Pandangannya mengedar ke luar, memerhatikan petak-petak sawah yang hanya sekelebatan bayangan. Dalam diam, perempuan itu mencoba menikmati perjalanan ke kota tempatnya tumbuh besar. Sepuluh tahun sudah dia meninggalkan kota itu tanpa pernah kembali.

Ketika orang-orang bahagia karena bisa kembali ke kota tempat mereka menghabiskan separuh lebih hidup mereka, perempuan itu merasakan sebaliknya. Dia tidak bahagia. Kota itu membangkitkan rasa sakitnya. Sudut-sudut sekolahnya, sudut-sudut temaram kota Yogyakarta, semuanya menyimpan kenangannya bersama seorang pria yang mati-matian ingin dia lupakan.

Dulu sekali pria itu sangat mencintainya. Pria itu bertahan di sampingnya tanpa mendapat balasan cinta. Tapi roda kehidupan seseorang di dunia selalu berputar, saat dia mulai mencintai pria itu, pria itu pergi dan tak pernah muncul lagi. Hubungan tanpa status yang mereka jalani berakhir tanpa ada yang mengakhiri.

Perempuan itu meremas ujung undangan reuni yang membawanya kembali ke Yogyakarta. Dia tidak mengharapkan pertemuan mereka. Kalau pun takdirlah yang mempertemukan mereka, dia berharap pria itu sudah tidak mengenalinya. Dia tidak ingin ada pertemuan yang meninggalkan jejak rumit untuk kehidupannya di masa sekarang dan dia tidak ingin kenangan diantara mereka muncul lalu meminta untuk dilanjutkan.

Kau Yang Hidup Dalam Ingatan

Kembali aku mempermasalahkan waktu. Waktu yang tidak pernah tepat. Waktu yang tidak bisa berjalan mundur. Dan waktu yang akhirnya membuatmu hidup dalam ingatan.

Puluhan ribu detik yang lalu, mata kita saling beradu. Bertatapan tidak lebih dari sepenggal nafas kemudian beralih. Puluhan ribu detik yang lalu, kepalaku menoleh setelah aroma selegit apel pie tanpa sengaja terhirup ketika sosokmu beralih. Kau tersenyum. Senyum yang kekal dalam ingatan.

Lanjutkan baca “Kau Yang Hidup Dalam Ingatan”

Jangan Bersedih, Tuhan Selalu Memberikan Cara Lain Untuk Bahagia

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Sudah tidak pantas lagi saya mengenakan berbagai macam atribut yang menujukkan jika saya masihlah anak kecil yang suka merengek meminta apapun untuk dipenuhi saat itu juga. Seiring dengan berjalannya waktu, segala macam konsep hidup yang menyenangkan dan menakutkan mulai mampir meski hanya sekedar menyapa namun menjadi buah pikir selama berhari-hari.

Konsep impian yang tidak ubahnya hanya upaya mengimitasi kusuksesan yang sudah diraih oleh seseorang.

Lanjutkan baca “Jangan Bersedih, Tuhan Selalu Memberikan Cara Lain Untuk Bahagia”