Cerita Dari Lereng Gunung Rinjani

Kupacu memoriku mundur ke belakang. Pada beberapa waktu yang sudah terlewat namun ingin kutelusuri lagi. Cukup spesial. Itu alasan mengapa aku ingin kembali mengingat momen-momen itu dan merasakan kembali manis yang sempat buat ulu hatiku merasakan nyeri menyenangkan.

Hei… Aku tidak sedang jatuh cinta. Juga tidak sedang mengingat orang yang kucinta -saat ini statusku abu-abu, tak mau banyak memikirkan masalah hati. Kalimatku yang mendayu-dayu manja tak berarti hatiku tengah dipanah cupid. Cuma saja, mengingat momen yang terjadi beberapa bulan lalu membuatku begitu antusias.

Mari, kujelaskan dari awal. Mari masuk ke prologue yang akan kumulai dengan cerita tentang pay day di kantor lama yang begitu menyenangkan. Aku, Mbak VJ (manager accounting) dan Brigita (accounting staff) sudah membuat itinerary perjalanan bahkan sebelum hari gajian. Balada tinggal di pulau membuat agenda jalan-jalan menjadi momen yang sangat ditunggu. Apalagi untukku yang bukan warga Pulau Lombok. Mendengar kata jalan-jalan seperti mendengar kata aji mumpung, ingin rasanya langsung sikat.

Bukan Mataram, tapi kami bersepakat untuk mengunjungi Sembalun. Pengagum Gunung Rinjani pasti tahu Sembalun, atau setidaknya pernah mendengarnya. Yep, Sembalun merupakan sebuah kawasan yang berada di lereng Gunung Rinjani. Tempat tujuan wisata tersebut banyak dikunjungi wisatawan yang ingin merasakan hawa sejuk pegunungan, berswafoto dengan background megahnya alam ciptaan Tuhan dan kemudian memetik buah-buahan segar di agrowisata yang akan banyak ditemui sepanjang jalan.

Singkat cerita aku, Mbak VJ dan Brigita berangkat. Kami menyewa sebuah mobil plus sopir yang Gita dapatkan melalui koneksinya. Brigita seorang perempuan pekerja keras dan keras kepala #tentunya# dari Atambua, NTT. Pertemuan pertama dengan perempuan satu ini jauh dari kata baik. Aku yang tipikal terbiasa menilai seseorang dari awal *jangan ikuti, sifatku tidak terpuji* cukup kesal pada Brigita yang cuek, tidak mau diajak bicara dan blabla lainnya. Tetapi, penilaianku terhadapnya salah besar. Brigita jauh lebih hangat dari dugaanku. Dia satu-satunya orang yang akan langsung memberikan talak jika ada lakuku yang kurang tepat. Brigita menjelma menjadi seorang sahabat, adik, kakak sekaligus guru besar tukang ngomel. Dia satu-satunya orang yang bisa kuandalkan. Partner in every crime and savior ketika kebiasaan malas mencuci piring datang.

Oke, kita tinggalkan cerita tentang Brigita dan kembali ke topik yang seharusnya.

Selama dua jam kami menempuh perjalanan dari Kota Mataram menuju Sembalun. Tiba di Sembalun, kami bertiga langsung keluar mobil. Dan tahukah, seperti apa reaksi kami?

Kami terdiam. Antara harus kagum atau kecewa. Khususnya untukku dan Mbak VJ yang hidup di Jawa selama puluhan tahun. Sembalun. Kata itu berputar-putar di otakku. Disusul oleh opini-opini orang yang berkata bahwa Sembalun merupakan tempat yang indah.

Aku tidak sedang meruntuhkan image Sembalun. Daerah pegunungan ini memang cantik, kuakui. Cuma, bagiku yang terbiasa mengunjungi suatu destinasi wisata yang telah dikelola dengan baik membuat Sembalun terkesan biasa-biasa saja. Tidak ada yang spesial. Cuma booth foto yang tidak menonjol -serupa dengan tempat lain- yang dikelola oleh swasta yang tidak jelas siapa. Dan Mbak VJ juga memiliki prespektif sama denganku.

Sembalun
Foto bersama Brigita dan Mbak VJ dengan latar pemandangan yang indah di Sembalun

Ibu manager satu ini malah lebih radikal. Katakan, untuk segera pergi dari tempat itu karena terlalu semrawut setelah jeprat-jepret beberapa kali.

Dan kemudian kami benar-benar pergi. Sambil menelan pil pahit kami melanjutkan perjalanan ke tempat selanjutnya. Yep, ke agrowisata kebun stroberi yang tersohor itu.

Di dalam mobil kucoba menenangkan diri, sambil melirik Brigita yang kelihatan keki. Dalam hati kurapalkan doa, semoga saja liburan yang menguras uang gajiku tidak berakhir mengenaskan.

Agrowisata Kebun Stroberi
Buah stoberi segar di Sembalun yang dapat dipetik sendiri oleh pengunjung

Tiba di agrowisata kebun stroberi, aku dan Mbak VJ kembali membandingkan lagi. Ah, semua tentang Pulau Jawa masih begitu melekat di diri kami. Tapi, melihat si mungil merah merah yang bersembunyi di balik daun-daun hijau mendadak membuat ceriaku muncul kembali. Apalagi setelah mendengar penjelasan dari pemilik kebun yang jelaskan jika dengan membayar lima belas ribu rupiah, kami bisa memetik buah stoberi sepuasnya.

Aku, Mbak VJ dan Brigita langsung melesat. Bagai anak panah yang lepas kendali. Kami berpencar, mencari buah stroberi sebanyak-banyaknya. Tapi keranjang kami tak kunjung penuh karena ada lebih banyak buah yang masuk ke mulut daripada mendarat mulus ke dalam keranjang.

Berwisata ke kebun buah stroberi di lereng Gunung Rinjani dapat menjadi agenda liburan yang cocok untuk wisatawan dalam format keluarga. Orang tua bersama anak-anak dapat merasakan pengalaman langsung memetik buah dan langsung memakannya di tempat. Kemudian menggelar tikar di berugaq, menyantap makan siang dikelilingi pemandangan indah dan sejuknya udara khas pegunungan.

Agrowisata Kebun Stroberi Sembalun
Memetik buah stroberi di agrowisata kebun buah stroberi Sembalun

Disela-sela memetik buah stroberi, aku dan Brigita menyempatkan diri berswafoto. Menggunakan handphone Brigita yang jauh lebih canggih dari handphone-ku. Kami bahu membahu untuk temukan angle berlatar pemandangan cantik Sembalun. Sesekali juga kami bercanda-canda. Saling goda setelah bayangkan jika piknik bersama kekasih hati -waktu itu aku terjebak HTS sialan sedang Brigita seorang jomblowati abadi yang lebih memilih dekat dengan banyak teman daripada pacaran tidak jelas.

Di kebun stroberi itu juga kami bertemu dengan dua orang teman kerja yang membawa serta keluarga mereka. Sesuai dengan apa yang kukatakan di atas. Mereka berpiknik ria, membawa perbekalan untuk dimakan bersama-sama di berugaq yang disediakan. Aku, Mbak VJ dan Brigita tidak enak hati bergabung. Karena suatu alasan 🙂 🙂 🙂

Ada sekitar beberapa jam kami bertiga habiskan untuk berburu stroberi. Lucunya, bukan keranjang kami yang penuh, melainkan perut kami. Di tempat ini pulalah, mood ku dan Mbak VJ berubah jadi jauh lebih baik. Utamanya Mbak VJ, sudah bisa tersenyum dan bercanda tidak jelas seperti biasanya dia.

Setelah transaksi jual beli stroberi sukses, kami putuskan pergi. Sopir yang kami sewa mengajak kami melewati jalur yang beda dari saat kami berangkat. Hatiku menghangat, saksikan petak-petak sawah berpagar Gunung Rinjani yang kokoh. Kuturunkan kaca jendela mobil, mengeluarkan tangan untuk merasakan dinginnya udara khas dataran tinggi. Hidungku pun meraup udara sebanyak yang kubisa. Jiwaku yang sempat belingsatan kesal kembali jinak. Esensi liburan yang kudamba-damba menjadi kenyataan.

Sembalun
Pemandangan kebun berlatar pegunungan indah di Sembalun

Sebelum pulang, kami sempatkan mampir beberapa waktu di jalan raya yang sisi-sisinya penuh berugaq. Pemandangan cantik petak-petak sawah perkebunan yang lagi-lagi belatar pegunungan menakjubkan sayang untuk dilewatkan. Kali ini aku tidak berpose dalam satu frame bersama pemandangan cantik yang berada di depan mata. Tak ingin menjadi perusak.

Jika diurutkan dari awal. Liburan ke Sembalun tidak langsung menyenangkan. Dimulai oleh kesal dan kecewa karena alasan yang bagiku masuk akal. Barulah aku merasakan kalau inilah liburan yang kuinginkan.

Jika ada waktu lagi, aku siap kembali ke Sembalun. Bersama Brigita, Mbak VJ atau siapapun yang ingin bergabung. Tapi tak tahu kapan -sekarang pun aku belum berhasil realisasikannya. Pokoknya nanti. Suatu hari.

 

 

1 Comments

Tinggalkan komentar