Senja yang Hangat di Senggigi

Senja penghujung hari di Senggigi.

Sore kemarin, langit bersahabat. Hujan sempat jatuh di beberapa tempat di Mataram dan sekitarnya namun tak lama sebab langit tahu kalau ada dua orang gadis yang membutuhkan senja, teramat.

Bertolak dari pusat kota, menyingkir ke Senggigi. Dalam hati dua gadis itu terus merapal doa. Memohon semesta menolong mereka. Biarkan senja hari itu dapat menyapa. Jingga-jingga cantik dapat bersinar, menyentuh permukaan kulit dingin untuk bantu menghangatkan.

Beruntung.

Senja hari itu tak malu-malu. Berani tampakkan cantiknya yang merayapi permukaan air laut dan langit. Dari Dermaga Senggigi dua orang gadis itu akhirnya mampu tersenyum. Suarakan rasa sakit yang mencekik melalui penggal-penggal nafas.

Ada yang berkata, di sela-sela senja tengah pertontonkan kemolekkannya.

“Hanya butuh laut dan senja, untuk lenyapkan semua beban yang menggelayut.”

Dua orang gadis itu melafalkan amin untuk kalimat itu.

Senja tak ubahnya penyembuh. Mengikis luka-luka yang tak seharusnya meradang.

Senja pula tak ubahnya penyadar. Dua orang gadis itu menunduk. Senja cantik bukan? Pendarnya menyilaukan mata, penuh ketakjuban. Namun cantik itu tidak bertahan, akan lenyap seiring pendulum menunjuk angka tanda malam.

Dua orang gadis itu masih menunduk.

Ya, senja tak ubahnya penyadar.

Bahwa yang cantik tidak akan selalu cantik, yang terang tak selalu terang, yang disisi tak akan selalu menyisii.

 

Tinggalkan komentar